pertanyaan sulit tentang wudhu dan tayamum

Adayang dilakukan dengan membaca mushaf ( bin nadhar ), ada pula dengan hafalan ( bil ghaib ). Doa khotmil quran adalah doa yang dipanjatkan selesai membaca alquran 30 juz. Mengajak manusia berfikir tentang ciptaan, pengawasan dan penjagaan yang ditadbirkan oleh yang maha agong agar dapat mengenal. Download Image. Source: A Tinjauan Tentang Pembiasaan Shalat Fardhu Lima Waktu Berjamaah 1. Pengertian Pembiasaan Secara etimologis, pembiasaan berasal dari kata “biasa”, yakni seperti sedia kala atau seperti yang sudah sudah.14 Dengan adanya prefiks “pe” dan sufiks “an” menunjukkan arti proses, sehingga didik sehingga sulit untuk dilepaskan. 1871PENDAHULUAN PembelajaranFiqhditingkatpendidikanmenengahmemangmerupakan sesuatu yang sangat esensial. Karenanya, tak berlebihan jika pada praktiknya, pengertianhadas kecil, Hadas besar, wudhu dan tayamum (NHT 2), niat dan syarat tayamum (NHT 3) dan Tata cara tayamum (NHT 4) (Collaboration) c. Guru menjelaskan tentang petunjuk diskusi kelompok, Peserta didik fokus pada soal pembahasan sesuai nomor masing masing yang didapat ; d. Guru menayangkan PPT pembelajaran tentang Pengertian dan PerbedaanUlama Seputar Permasalahan Wudhu. by abu_ruqoyyah · 11 April 2012. Berwudhu menjadi syarat sah-nya shalat, artinya sholat seseorang tidaklah di anggap sah sebelum berwudhu terlebih dahulu. Alloh Ta’ala mengajarkan kepada kita untuk tidak melakukan shalat kecuali dalam keadaan yang baik, serta suci dari hadats kecil maupun besar. Club De Rencontre Gratuit Sans Inscription. Tanya Saya hendak bertanya mengenai tayamum. 1. Bagaimana cara bertayamum? Tolong dijelaskan secara tafshili meliputi sebab diperbolehkannya, jenis debu yang boleh digunakan, dan rukunnya. Isfi Nafi' – Kuningan Jakarta 2. Debu mana saja yang dapat digunakan tayamum? 3. Apabila dalam kendaraan umum atau sedang sakit sedangkan kita batal, akan melakukan salat apakah sah menggunakan debu yang menempel pada pakaian atau pada kendaraan? Mohon dijelaskan dasarnya. Sebelum dan sesudahnya saya ucapkan terima kasih. Yayan Suryana – Bekasi Timur Jawab Tayammum disyari'atkan oleh agama berdasar ayat "Dan jika kamu sakit atau bepergian atau habis buang besar, sementara kamu tidak menemukan air untuk berwudlu maka bertayamumlah….dst". QS. al-Ma'idah ayat 6. Berdasar ayat itu pula, sesuai kesepakatan para ulama, tayamum kedudukannya hanya sebagai pengganti bersuci wudlu jika berhadas kecil dan bersuci mandi jika berhadas besar/junub. Jadi kita hanya boleh bertayamum jika memang tidak menemukan air untuk bersuci mandi dan atau wudlu. Masuk dalam kategori "tidak menemukan air" ini dua hal Tidak bisa menggunakan air karena berbagai alasan Alasan medis; karena jika, misal, anggota badan yang sakit yang wajib kena air wudlu terkena air akan bertambah sakit. Takut dari sesuatu yang membahayakan, yang menghalang-halangi kita dari tempat air. Misalnya ada musuh atau hewan buas yang menghalangi-halangi untuk mencapai air. Kebutuhan kita terhadap air. Ini misalnya kita mempunyai persediaan air yang hanya cukup untuk kebutuhan yang lebih darurat, seperti minum baik untuk diri sendiri, kawan, orang lain, atau hewan yang kehausan. Begitu juga jika kita mempunyai persediaan air yang hanya cukup untuk menghilangkan najis, maka diperbolehkan tayamum. Tidak mempunyai alat untuk mengambil air. Seperti tidak mempunyai timba untuk menimba dari sumur, sementara waktu salat tinggal sebentar. Tidak menemukan air di sekitar kita, dan jika kita memaksakan mencari air maka habislah waktu salat. Jadi pada dasarnya, apa yang memperbolehkan kita untuk melakukan tayamum adalah kesulitan kita untuk menemukan air atau berhalangan menggunakannya walaupun kita punya air. Adapun debu yang bisa digunakan untuk tayamum adalah debu suci dan halus sekiranya diusapkan ke kulit bisa menempel. Sedangkan rukun-rukunnya 1 niat melakukan tayamum, 2 mengusap wajah dengan debu, 3 mengusap kedua tangan sampai siku. Ketiga langkah tersebut harus dilakukan secara berurutan dan tidak terpisah-pisah dlm waktu yang lama, sebagaimana dalam wudhu. Arif Hidayat *** Sdr. Yayan Suryana, Debu yang sah digunakan tayamum adalah debu yang bersih suci dan mempunyai sifat debu bersifat serbuk. Para ulama berbeda pendapat mengenai esensi dari debu tersebut Mazhab Maliki berpendapat bahwa bahwa debu bisa mencakup apa saja yang muncul di permukaan bumi, seperti kerikil dan batu-batuan. Mazhab Hanafi berpendapat lebih umum lagi mencakup juga semua yang berasal dari bumi, seperti bata dan keramik. Mazhab Syiah berpendapat bahwa semua bagian bumi termasuk debu. Namun sebagian besar ulama berpendapat bahwa debu yang bisa digunakan untuk tayamum adalah debu yang terlihat mata. Hanya mazhab Hanbaliyah yang berpendapat bahwa dalam bertayamum yang penting adalah ketika tangan ditempelkan ke suatu obyek yang sekiranya terdapat molekul debu meskipun tidak terlihat mata, baik obyek itu tembok, kain, atau apa saja, bahkan benda hidup seperti punggung hewan, yang penting obyek itu suci maka seperti itu sudah sah, menurut Hanbaliyah. Praktik Hanbaliyah ini yang banyak dipakai umat Islam zaman sekarang, khususnya pada saat bertayamum di atas pesawat yang memang sulit untuk menemukan debu dari tanah. Mazhab Hanbali ini juga lebih cocok untuk konsep kebersihan, karena memudahkan orang yang hendak bertayamum dengan tidak perlu mengotori muka dan tangan mereka dengan debu tanah. Dalam keadaan sakit, sesuai keterangan di atas, seseorang boleh bertayamum memakai debu yang menempel di pakaiannya. Tapi daripada kesulitan, lebih baik minta tolong ke orang lain untuk mendatangkan obyek yang mudah untuk menempelkan tangan. Demikian juga di kendaraan umum, kalau memang kondisinya tidak mungkin mendapatkan air, atau kendaraan tersebut berjalan non-stop melampaui beberapa waktu salat, maka boleh tayamum. Namun bila waktu salat diperkirakan belum habis saat beristirahat, maka tidak perlu tayamum di kendaraan. Muhammad Niam Pembaca yang budiman, diantara syarat sahnya shalat seorang hamba ialah suci dari najis dan hadats, baik kecil maupun besar. Dari sahabat Ibnu Umar radhiyallahu anhu, beliau mendengar Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Tidak diterima shalat melainkan dalam kondisi suci” HR. Muslim. Oleh karena itulah Allah Ta’ala mensyariatkan thaharah bersuci kepada hamba-hamba–Nya. Pada kesempatan kali ini, akan kami ketengahkan pembahasan ringkas tentang wudhu dan tayammum, insya Allah. Keutamaan Menyempurnakan Wudhu Dari Umar radhiyallahu anhu, dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam beliau bersabda, “Tidaklah salah seorang diantara kalian berwudhu kemudian ia menyempurnakan wudhunya, kemudian berdoa, Asyhadu an laa ilaaha illallāhu wahdahu laa syariikalahu, wa asyhadu anna muhammadan abduhu wa rasuuluh, Allāhummaj’alni minattawwaabiina waj’alni minal mutathahhiriina’ Aku bersaksi bahwasanya tiada sesembahan yang berhak disembah dengan haq melainkan Allah semata, tiada sekutu bagiNya, dan aku bersaksi bahwasanya Muhammad ialah hamba–Nya dan Rasul–Nya, Ya Allah jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bertaubat, dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang menyucikan diri, melainkan akan dibukakan baginya delapan pintu-pintu surga yang dapat ia masuki dari mana saja” HR. Muslim Dari shahabat Utsman radhiyallahu anhu bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang berwudhu kemudian memperbagus wudhunya, niscaya keluar dosa-dosa dari badannya hingga dosa-dosanya itu keluar dari ujung jari jemarinya” HR Muslim Pembaca, inilah diantara keutamaan memperbagus dan menyempurnakan wudhu. Oleh karenanya,insya Allah berikut ini akan kami ketengahkan pembahasan ringkas tentang tata cara wudhu. Adapun wudhu ialah salah satu bentuk thaharah untuk mensucikan diri dari hadats kecil, semisal kencing, buang air besar, buang angin, tidur lelap, dan memakan daging unta. Ringkasan Tata Cara Wudhu Berniat untuk berwudhu dalam hati. Sebagaimana sabda Nabi shallallaahu alaihi wa sallam, “Sesungguhnya amal-amal itu tergantung pada niatnya” Muttafaqun alaih Membaca “Bismillaah”. Nabi shallallaahu alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada shalat bagi yang tidak memiliki wudhu, dan tidak ada wudhu bagi yang tidak menyebut nama Allah atasnya” HR. Abu Daud dan Ibnu Majah, hasan. Mencuci kedua telapak tangan tiga kali. Sebagaimana terdapat dalam hadits dari Utsman radhiyallahu anhu tentang sifat wudhu Nabi HR. Bukhari dan Muslim Berkumur sekaligus istinsyaq sebanyak tiga kali. Istinsyaq yaitu menghirup air ke dalam hidung dengan menggunakan telapak tangan. Disunnahkan menggabung antara berkumur dengan istinsyaq, sebagaimana dalam hadits dari Abdullah bin Zaid radhiyallahu anhu ketika mengajarkan sifat wudhu Nabi shallallahu alaihi wa sallam, beliau berkumur dan beristinsyaq dengan menggunakan satu tangan, sebanyak tiga kali HR. Muslim Membasuh wajah sebanyak tiga kali. Batasan lebar wajah yaitu dari telinga hingga ke telinga, sedangkan batasan panjang yaitu dari tempat biasa tumbuhnya rambut yang normal di sekitar dahi, hingga tempat tumbuhnya jenggot di dagu, disertai dengan menyelai-nyelai jenggot. Hal ini berdasarkan hadits dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu, bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wa sallam ketika berwudhu mengambil setangkup air kemudian mengusapkannya ke dagu, kemudian menyelai-nyelai jenggot beliau dan bersabda, “Demikianlah yang diperintahkan Rabb–ku Azza wa Jalla kepadaku” Shahih, lihat Irwa’ul Ghalil no. 92 Membasuh kedua tangan sebanyak tiga kali, yaitu dengan menyelai-nyelai jari jemari kemudian membasuh hingga siku, dimulai dari yang kanan tiga kali, kemudian yang kiri sebanyak tiga kali. Menyapu kepala sebanyak satu kali, dengan cara mengusap dengan kedua tangan dari dahi hingga tengkuk, kemudian kembali lagi ke depan. Langsung dilanjutkan dengan mengusap kedua telinga dengan cara memasukkan telunjuk ke kedua lubang telinga, dan kedua jempol mengusap bagian luar telinga. Membasuh kedua kaki sebanyak tiga kali, yaitu dengan menyelai-nyelai jari jemari kaki kemudian membasuh hingga mata kaki, dimulai dengan kaki kanan sebanyak tiga kali, kemudian kaki kiri sebanyak tiga kali. Adapun dalil untuk poin 5-8 terdapat dalam firman Allah Ta’ala yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah wajah dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepalamu dan basuhlah kakimu sampai dengan kedua mata kaki” QS. AlMaa-idah 6 Al Muwalah, tertib mengerjakan tata cara wudhu dari mulai membasuh kedua tangan hingga kaki secara berurutan, dan dalam waktu yang tidak terputus lama. Berdasarkan hadits dari Khalid bin Mi’dad, bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam melihat seorang lelaki shalat dan pada belakang tumitnya terdapat bagian tumit sebesar koin dirham yang tidak terbasuh air, maka Nabi shallallaahu alaihi wa sallam memerintahkannya untuk mengulangi keseluruhan wudhu dan shalatnya. HR. Abu Dawud, shahih Ringkasan Tata Cara Tayammum “… Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak mendapatkan air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik bersih, kemudian usaplah muka dan tanganmu dengan tanah itu” QS. Al Maa–idah 6 Tayammum dikerjakan dengan menggunakan tanah, sebagai pengganti dari wudhu dan mandi besar bagi yang tidak mendapati air, atau khawatir mendapat madharat apabila menggunakan air, semisal sakit kulit yang apabila terkena air sakitnya semakin parah. Tata cara tayammum, sebagaimana dalam ayat di atas, sebagai berikut Berniat tayammum dalam hati, sebagai pengganti dari wudhu atau mandi. Memukulkan telapak tangan ke permukaan tanah, atau di tempat menempelnya debu semisal dinding, dan mengusap wajah dan kedua tangan sampai pergelangan tangan dengannya. Demikian penjelasan ringkas mengenai tata cara wudhu dan tayammum. Semoga Allah menjadikan kita termasuk ke dalam golongan orang-orang yang senantiasa bertaubat dan menyucikan diri. Referensi Minal Ahkam Al Fiqhiyyah, Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz dan Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahumallah, Maktabah Syamilah Al Wajiz fi Fiqh As Sunnah wa Al Kitab Al Aziz, Abdul Azhim bin Badawi Al Khalafi, cetakan Daar Ibn Rajab Penulis Yhouga Pratama, Alumni Ma’had Al Ilmi Yogyakarta Muroja’ah Ustadz Abu Salman Semua umat muslim tahu bahwa wudhu merupakan salah satu ritual yang sangat penting dalam Islam untuk menjaga kesucian dan sebagai salah satu syarat sebelum melaksanakan salat. Sehingga seseorang tidak dianggap sah salatnya ketika tanpa berwudhu terlebih dahulu. Sebenarnya perintah wudhu tersebut tercantum dalam firman Allah Al-Maidah ayat 6, yakni sebagai berikut baca juga Ragam Pendapat Para Ulama tentang Sentuhan Kulit Laki-laki dan Perempuan setelah Wudhu Dasar Perintah Melakukan Wudhu Bagi Orang yang Akan Salat Niat dan Doa Setelah Wudhu, Cocok Diamalkan Sejak Dini يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا قُمْتُمْ إِلَى ٱلصَّلَوٰةِ فَٱغْسِلُوا۟ وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى ٱلْمَرَافِقِ وَٱمْسَحُوا۟ بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى ٱلْكَعْبَيْنِ ۚ وَإِن كُنتُمْ جُنُبًا فَٱطَّهَّرُوا۟ ۚ وَإِن كُنتُم مَّرْضَىٰٓ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَآءَ أَحَدٌ مِّنكُم مِّنَ ٱلْغَآئِطِ أَوْ لَٰمَسْتُمُ ٱلنِّسَآءَ فَلَمْ تَجِدُوا۟ مَآءً فَتَيَمَّمُوا۟ صَعِيدًا طَيِّبًا فَٱمْسَحُوا۟ بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُم مِّنْهُ ۚ مَا يُرِيدُ ٱللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُم مِّنْ حَرَجٍ وَلَٰكِن يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُۥ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ Yā ayyuhallażīna āmanū iżā qumtum ilaṣ-ṣalāti fagsilụ wujụhakum wa aidiyakum ilal-marāfiqi wamsaḥụ biru`ụsikum wa arjulakum ilal-ka'baīn, wa ing kuntum junuban faṭṭahharụ, wa ing kuntum marḍā au 'alā safarin au jā`a aḥadum mingkum minal-gā`iṭi au lāmastumun-nisā`a fa lam tajidụ mā`an fa tayammamụ ṣa'īdan ṭayyiban famsaḥụ biwujụhikum wa aidīkum min-h, mā yurīdullāhu liyaj'ala 'alaikum min ḥarajiw wa lākiy yurīdu liyuṭahhirakum wa liyutimma ni'matahụ 'alaikum la'allakum tasykurụn Artinya “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan basuh kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air kakus atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik bersih; sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur”. Menurut Sulaiman Al-Asyqar dalam tafsirnya Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir, bahwa ayat tentang wudhu tersebut memberikan pelajaran penting bagi kita, yakni terdapat ushul penting yang terkandung di dalamnya dan setiap ushul terbagi menjadi dua bagian. Dua suci yakni wudhu dan tayamum, dan dua zat yang mengsucikan, yakni air dan debu, dan du acara yakni mencuci dan membasuh. Kemudian juga terdapat dua sebab diwajibkannya bersuci, yakni hadats dan junub. Dan juga ada dua hal yang membolehkannya tayamum, yakni sakit dan safar. Kemudian ada dua kinayah, yakni ghait dan mulamasah dan terakhir terdapat dua karomah, yakni pensucian dosa dan kecukupan nikmat. Wallahu a’lam. [] Baca penjelasan sebelumnya pada artikel Menuju Kesempurnaan Ibadah Shalat Bag. 3 Najis dan Cara penjelasan sebelumnya kami telah menjelaskan tentang macam-macam najis dan bagaimana cara menyucikan dari najis tersebut. Selanjutnya pada artikel ini kami akan membahas seputar wudhu dan tentang wudhu akan membahas tentang hal yang mewajibkan seseorang untuk berwudu dan hal yang dianjurkan seseorang untuk berwudu. Sedangkan untuk tayamum, akan membahas terkait hukum tayamum, syarat sah tayamum, tata cara tayamum, hal yang membatalkan tayamum, cara bersuci jika tidak ada air dan debu, mendapati air setelah tayamum dan penjelasan berikut yang mewajiban berwuduHal yang disunnahkan untuk berwuduTayamumHukum tayamumSyarat sah tayamumTata cara tayamumHal yang membatalkan tayamumBersuci jika tidak ada air dan debuMenemukan air setelah bertayamum dan salatWuduWudu merupakan rukun salat yang apabila tidak dilakukan maka ibadah salat sama sekali tidak sah. Wudu memiliki keutamaan yang sangat banyak, seperti tanda kemuliaan di hari kiamat [1], mendapatkan ampunan [2], jaminan surga [3], pembersihan dosa [4], dan meninggikan derajat [5].Hal yang mewajiban berwuduTerdapat tiga jenis ibadah yang dapat mewajibkan seseorang berwudu, yaitu salat, tawaf, dan menyentuh mushaf salatWudu sebelum melaksanakan salat, baik fardu maupun sunah, merupakan kewajiban yang bersifat mutlak, sebagaimana firman Allah Ta’ala,يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan basuh kakimu sampai dengan kedua mata kaki” QS. al-Maidah 6.Kedua tawaf di BaitullahSebelum melaksanakan tawaf di Baitullah, ada kewajiban mutlak yang harus ditunaikan yakni berwudu. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam kepada Aisyah radhiallahu anha,“Kerjakanlah seperti yang dikerjakan oleh orang yang mengerjakan ibadah haji, kecuali bertawaf di Baitullah hingga kamu bersuci” HR. Bukhari dan Muslim.Tawaf di Baitullah disebut Nabi shallallahu alaihi wa sallam dengan “salat”, sehingga berwudu pun menjadi syarat sebelum bertawaf. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,“Tawaf di Baitullah adalah salat …” HR. an-Nasai dan at-Trmidzi.Ketiga menyentuh mushafAl-Quran merupakan mushaf yang berisi kalamullah yang patut untuk mendapatkan penghormatan tertinggi dari seorang hamba-Nya. Oleh karena itu, sebelum menyentuhnya untuk melantunkan kalamullah tersebut wajib bagi seorang muslim untuk berwudu terlebih dahulu. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,“Tidak ada yang boleh menyentuh Al-Quran kecuali orang yang suci bersuci terlebih dahulu -pen.” HR. Malik, ad-Daraquthni dan al-Hakim, dari hadis Amr bin Hazm dan Hakim bin Hizam serta Ibnu Umar radhiallahu anhum.Baca Juga Hukum Menyentuh Mushaf Tanpa BerwudhuHal yang disunnahkan untuk berwuduSyaikh As-Sa’di merangkum sepuluh keadaan yang karenanya disunnahkan seseorang untuk berwudu [6], di antaranya,a. Sebelum berzikir dan berdoa kepada Allah [7]. b. Wudu pada saat akan tidur [8]. c. Wudu setiap kali berhadas [9]. d. Wudu setiap kali salat [10]. e. Wudu setelah menunaikan fardhu kifayah mengusung mayit [11]. f. Wudu setelah muntah [12]. g. Wudu setelah mengonsumsi makanan yang tersentuh api [13]. h. Wudu bagi orang yang junub apabila hendak makan [14]. i. Wudu apabila hendak mengulangi hubungan badan [15]. j. Wudu bagi orang yang junub apabila hendak tidur sebelum mandi [16].TayamumTayamum merupakan bentuk ibadah kepada Allah Ta’ala yang dilakukan dengan menggunakan debu bersih untuk mengusap wajah dan tangan dengan niat menghilangkan hadas bagi yang tidak mendaptkan air atau tidak bisa menggunakannya [17]. Tayamum disyariatkan apabila ada sebab seperti adanya halangan menggunakan air, baik dikarenakan ketiadaan air atau adanya bahaya apabila tayamumAllah Ta’ala berfirman,يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ ۚ وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا ۚ وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَىٰ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ ۚ مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَٰكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan salat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan basuh kakimu sampai dengan kedua mata kaki. Dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air kakus atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik bersih; sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur” QS. al- Maidah 6.Selain dalil Al-Quran, dalil-dalil sahih dari As-Sunnah pun banyak yang menjelaskan tentang syariat tayamum sebagai pengganti dari berwudu dengan air sebagaimana dijelaskan sah tayamuma. Apabila tidak menemui air [18]. b. Tayamum pada bagian yang tidak terkena air [19]. c. Kemungkinan bahaya apabila menggunakan air [20]. d. Adanya halangan syar’i untuk mendapatkan air [21].Tata cara tayamuma. Berniat di dalam hati [22]. b. Membaca “bismillah” [23]. c. Menepukkan kedua telapak tangan ke debu yaang suci dengan sekali tepukan kemudian mengusapkan kedua telapak tangan tersebut ke wajah [24]. d. Mengusap kedua tangan dari ujung jari hingga pergelangan tangan [25].Baca Juga Makan dan Minum Bukanlah Pembatal WudhuHal yang membatalkan tayamuma. Semua sebab yang membatalkan wudu [26]. b. Adanya ditemukannya air untuk wudu [27].Bersuci jika tidak ada air dan debuKita diwajibkan untuk bersuci dengan air. Ketika ada sebab yang menghalangi kita menggunakan air -sebagaimana dijelaskan sebelumnya-, maka boleh bertayammum dengan debu tanah yang suci. Namun demikian, apabila tidak mampu melakukan tayammum, baik karena tidak adanya debu yang suci atau adanya sebab yang membahayakan jika kita menyentuh debu tersebut atau adanya halangan yang syar’i [28], maka gugurlah kewajiban taharah dan kita boleh mengerjakan salat dalam keadaan yang kita alami [29][30][31][32].Menemukan air setelah bertayamum dan salatTidak perlu mengulangi salat apabila kita telah bertayamum dan telah melaksanakan salat meskipun masih ada waktu salat tersebut. Sebab seorang yang tidak mengulangi wudu dan salat sejatinya telah mengamalkan sunah sesuai dengan kemampuan. Namun, di sisi lain tidak ada salahnya bagi orang yang mengulangi wudu kemudian salat sebab ia mendapakan pahala salatnya yang pertama dengan tayamum dan salatnya yang kedua dengan wudu. Namun yang dimaksudkan disini adalah adanya upaya untuk menepati sunah [33].Saudaraku, selaku umat muslim yang menginginkan pahala yang banyak dari Allah Ta’ala dengan melakukan ibadah yang dicontohkan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam, tentu pengetahuan tentang wudu dan tayamum secara paripurna mesti kita kejar untuk mendapatkannya. Sebab dengan mengetahui celah-celah pahala yang bisa kita peroleh dari setiap ibadah wajib dan sunah, maka insyaallah itu adalah anugerah yang sangat berharga yang tidak semua muslim bisa mendapatkannya, wallahu’a’lam bi Allah Ta’ala memberikan kita kemudahan dalam melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya serta mengikuti jejak petunjuk baginda Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam.[Bersambung]Baca Juga***Penulis Fauzan HidayatArtikel kaki[1] Lihat Kitab “al- Wudhu” Bab Fadlul Wudhu wal Ghurr al-Muhajjalun min Asstsaaril Wudhu” No. 136 Karya Imam al-Bukhari [2] Lihat Kitab “ath-Thahaarah” Bab “Fadhlul wudhu wash Shalaah Aqibahu,” Karya Imam Muslim. [3] Lihat Kitab “ath-Thahaarah” Bab “adz-Dzikr al-Mustahbabb Aqiba al-Wudhu,” Karya Imam Muslim. [4] Lihat Kitab “ath-Thahaarah” Bab “Khurujul Khathaaya Ma’a Maa-i al-Wudhu,” Karya Imam Muslim. [5] Lihat Kitab “ath-Thahaarah” Bab “Fadhlul Isbaaghil Wudhu alal Makaarih,” Karya Imam Muslim. [6] Lihat Kitab “Sholatul Mu’min” Hlm 63-66 Karya Syaikh Sa’id bin Ali bin Wahf al-Qathani. [7] Lihat Kitab “al-Maghaazzi” Bab “Ghzwatu Authaas” no. 4323 Karya Imam al-Bukhari. [8] Lihat Kitab “ad-Da’awat” bab “Idzaa Baata Thaahiran” no. 6311 Karya Imam al-Bukhari. [9] Lihat Kitab “al-Manaqib” Bab “Min Manaqibi Umar” no 6311 Karya Imam at-Tirmidzi. [10] Hadits dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, diriwayatkan oleh Imam Ahmad II/400. [11] Lihat Kitab “al-Janaiz” Bab “Fil Ghusl min Ghasliil Mayyit” no 311 Karya Imam Abu Dawud. [12] Lihat Kitab “at-Thaharah” Bab “Maa Jaa-a fil Wudhu minal Wai’ war Ru’aaf” no. 87 Karya Imam at-Tirmidzi. [13] Lihat Kitab “al-Haidh” Bab “al-Wudhu min Maa Massatin Naar” no 353 karya Imam Muslim. [14] Lihat Kitab “al-Haidh” Bab “Jawazu Naumil Junub wa Istihbabul Wudhu lahu wa Ghaslul Farj” no 305 karya Imam Muslim. [15] Ibid no 308 [16] Lihat Kitab “al-Ghusl” Bab “Kainunatil Junub fil Baiti idzaa Tawaadha’a qabla an-Yaghtasila” no. 305 [17] Lihat kitab Syarhul Umdah I/411 Karya Ibnu Taimiyyah [18] QS. al-Maidah 6, Lihat Kitab “at-tayammum” bab “ash-Sha’id at-thayyib Wadh’u al Muslim Yakfiihi minal Maa’” no. 344 karya Imam al-Bukhari. [19] QS. at-Thagabun 16, Lihat Kitab “alI’tisham” Bab “al-Iqtidaa’ Bisunani Rasulillah” 7288 karya Imam al-Bukhari. [20] Lihat Kitab “ath-Thaharah” Bab “Idzaa Khaafa al-Junub al-Barda ayyatayammamu” no. 334 dan Bab “Fil Majruh Yatayammam” no. 336 dan 337 karya Imam Abu Dawud. [21] Lihat Kitab “al-Mughni” I/315 dan 316 karya Ibnu qudamah. [22] Lihat Kitab “al-Imarah” Bab “Qaulu Rasulillah Innamal A’maalu bi an-Niyyati. Wa annahu Yadkhulu Fiihil Ghazwu awa Ghairuhu minal A’maal” no. 1907 karya Imam Muslim. [23] Diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ibnu Maajah dan at-Tirmidzi. [24] Lihat Kitab asy-Syarhul Mumti’ alaa Zaadil Mustaqni I/447-350 karya Syaikh Muhammad Sholih al-Utsaimin. [25] Ibid [26] Lihat Kitab “al-Mughni” I/30 karya Ibnu Qudamah. [27] Lihat Kitab “ath-Thaharah” Bab “al-Junub Yatayammam” no. 332 dan 333 karya Imam Abu Dawud. [28] Berdasarkan hadits Aisyah radhiallahu’anha “Bahwasanya dia pernah meminjam kalung kepada Asma’, tetapi kalung itu akhirnya hilang. Rasulullah shallallahualaihi wasallam mengutus beberapa orang Sahabatnya untuk mencarinya hingga masuk waktu shalat, mereka pun mengerjakan shalat tanpa berwudhu, Setelah mendatangi Rasulullah shallallahualaihi wasallam, mereka melaporkan kejadian itu kepada beliau, hingga akhirnya turunlah ayat tayammum. Usaid bin Hidhair mengatakan “Mudah-mudahan Allah memberimu balasan kebaikan. Demi Allah, tidak ada suatu masalah pun yang kamu alami, melainkan Allah memberikan jalan keluar uuntukmu dan memberikan keberkahan di dalamnya bagi kaum muslimin”. HR. al-Bukhari dan Muslim [29] Lihat Kitab Fataawa al-Lajnah ad-Daaimah lil Buhuts al-’Ilmiah wal Iftaa’ V/436. [30] QS. at-Thagabun 16 [31] QS. al-Hajj 78 [32] Rasulullah shallallahualaihi wa sallam bersabda “Apabila aku perintahkan kalian melakukan sesuatu, kerjakanlah sesuai kemampuan kalian.” HR. al-Bukhari dan Muslim [33] Hadits Abu Sa’id al-Khudri radhiallahu’anhu, ia bercerita “Ada dua orang bepergian dalam suatu perjalanan lalu tiba waktu shalat, tetapi keduanya tidak mendapatkan air, sehingga merek bertayammum dengan menggunakan tanah yang bersih kemudian shalat. Tidak lama setelah mengerjakan shalat, keduanya mendapatkan air, maka salah seorang dari mereka berwudhu dan mengulangi shalatnnya. Sedangkan yang lain tidak mengulanginya. Kemudian keduanya datang menghadap Rasulullah shallallahualaihi wasallam dan menceritakan hal tersebut. Beliau berkata kepada orang yang tidak mengulangi shalat dan wudhu “Engkau telah menepati as-sunnah dan shalatmu telah cukup sah bagimu”. Sedangan kepada orang yang bersudhu dan mengulangi shalatnya, beliau berkata “Bagimu padala dua kali”. HR. Abu Dawud dan an-Nasai.

pertanyaan sulit tentang wudhu dan tayamum